Senin, 12 Juli 2010

Ondi Octavianus ( 2243 06 099 )

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemanduan Kapal

Sebelum berbicara lebih jauh dan mendalam lagi kita untuk dapat mengetahui dan memahami bahasan skripsi ini, maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang kepanduan.

Setiap kapal berukuran tonase kotor GT 500 atau lebih yang berlayar dalam perairan pelabuhan waktu masuk, keluar, atau pindah tambatan wajib mempergunakan pandu. Penyelengaraan pemanduan di Indonesia ditentukan dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 24 Tahun 2002 dan berlaku untuk kapal-kapal yang lebih besar dari 500 BRT. Perairan wajib pandu dibagi dalam kelas I, II, dan III, pandu pelayanannya hanya memberi bantuan kepada nakhoda.

Menurut Undang-undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008 (Bab I Pasal 1) : Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu, memberikan saran, dan informasi kepada Nakhoda tentang keadaan perairan setempat yang penting agar navigasi-pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi keselamatan kapal dan lingkungan.

Menurut Capt. Arso Martopo (2004 : 5), mempunyai definisi-definisi tentang :

  1. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam bantu-membantu nahkoda kapal, agar navigasi dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan perairan setempat yang penting demi keselamatan kapal dan lingkungan.
  2. Penundaan kapal adalah bagian dari pemanduan yang meliputi kegiatan mendorong, menarik atau menggandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, JETTY, TRESTLE, PIER, Pelampung, DOLPHIN, kapal dan fasilitas tambat lainnya dengan menggunakan kapal tunda.

Menurut Drs. H. Tjetjep Karsafman, Ks (2004 : 72), pada hakekatnya pemanduan kapal adalah salah satu upaya untuk menjaga keselamatan kapal, penumpang dan muatannya, sewaktu memasuki alur pelayaran menuju dermaga atau kolam untuk berlabuh.

Dalam pelaksanaan pelayanan operasi pemanduan dan penundaan khususnya di pelabuhan yang telah ditetapkan untuk menjadi pelabuhan kelas dunia, biasanya memanfaatkan media komputer dan jaringan kabel data serta kabel telpon yang tersedia untuk menghindari atau mengurangi Contact Person dan Paperless (mengurangi jumlah berkas) sudah mulai diterapkan untuk mempercepat pelayanan.

Tujuan penugasan pandu di atas kapal ialah untuk memberikan asistensi kepada nakhoda dalam rangka keselamatan pelayaran. Karena pemanduan adalah untuk kepentingan nakhoda besrta kapalnya, maka pada dasarnya seorang pandu menjalankan dinas pemanduan atas permintaan nakhoda. Namun mengingat bahwa negara-negara maritime akan menderita kerugian jika kapal mengalami kecelakaan di lingkungan kerja pelabuhan, maka pemanduan kapal hanya laik dijalankan oleh tenaga ahli navigasi yang sangat memahami karakteristik lokasi setempat.

Sebab itulah maka perairan-perairan tertentu seperti alur-alur pelayaran yang sibuk dengan lalu lintas kapal, terminal-terminal eksplorasi sumber-sumber alam dan terlebih lingkungan kerja pelabuhan yang merupakan potensi perekonomian yang strategis ditetapkan sebagai perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa. Setiap kapal yang melayani perairan tersebut diwajibkan menggunakan pandu.

Menurut D.A. Lasse ( 2007 : 26 ), perairan wajib pandu adalah wilayah laut yang ditetapkan dengan peraturan perundangan sebagai areal pemanduan di tempat mana semua gerakan kapal berukuran tertentu wajib mengunakan jasa pandu.

Menurut Undang-undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008 (Bab X, Pasal 198) : Yang dimaksud dengan “perairan wajib pandu” adalah wilayah perairan yang karena kondisinya wajib dilakukan pemanduan bagi kapal berukuran GT 500 (lima ratus Gross Tonnage) atau lebih. Dan yang dimaksud “perairan pandu luar biasa” adalah suatu wilayah perairan yang karena kondisi perairannya tidak wajib dilakukan pemanduan tetapi apabila Nakhoda memerlukan dapat mengajukan permintaan jasa pemanduan.

Kapal yang berlayar di perairan wajib pandu secara tepat dan teratur kurang dari 24 jam serta dinakhodai oleh seseorang Nakhoda yang memiliki kemampuan dan memenuhi persyaratan, dapat tidak menggunakan petugas pandu atau didpendasi tanpa pandu, persyaratan tersebut terdapat dalam KM 24 Tahun 2002 Pasal 12 sebagai berikut :

1. Mengenal dengan baik situasi dan kondisi perairan wajib pandu yang dilayari.

2. Dinyatakan telah memahami peraturan Bandar setempat oleh petugas pemanduan

3. Lalu-lintas kapal yang sedang tidak padat pada waktu kapal berlayar tanpa jasa pandu.

Pemberian dispensasi tanpa petugas pandu diberikan oleh pengawasan pemanduan setempat, untuk mendapatkan dispensasi tanpa pandu. Nakhoda menunjukan permohonan kepada pengawas pemanduan dengan melampirkan jadwal pelayaran dan daftar anak buah kapal, atas permohonan Nakhoda pengawas pemandu memberikan surat dispensasi tanpa pandu kepada Nakhoda.

Menurut KM 24 Tahun 2002 Pasal 25 pengawasan pemanduan mempunyai tugas yang bersifat teknis meliputi :

1. Mengawasi dan menertibkan pelaksanaan pemanduan di perairan yang dilakukan pemanduan.

2. Melakukan pengawasan teknis pemanduan meliputi pengawasan keselamatan pemanduan dan penertiban pelayanan pemanduan dengan mengupayakan penggulangan hambatan operasional.

3. Menetapkan petunjuk teknis tata cara pemanduan setempat beserta penyelenggaran pemanduan.

4. Melaporkan kepada jabatan atasan pengawas pemanduan tentang kendala dan hambatan operasional pemanduan beserta saran pemecahannya.

5. Melakukan penilikan terhadap keluhan pelayanan pemanduan.

6. Memberikan atau dispensasi untuk tidak menggunakan petugas pandu kepada Nakhoda.

7. Berwenang mengusulkan pengenaan sanksi administratif kepada atas pejabat pengawasan pemanduan atau pejabat yang berwenang.

8. Menerima dan menindak lanjuti laporan petugas pandu mengenai Nakhoda yang tidak menuruti peraturan perundang-undangan yang berlaku atau petunjuk pandu.

9. Menerima dan menindak lanjuti laporan petugas pandu tentang perubahan kedalaman, adanya hambatan-hambatan rintangan, pencemaran dan pengotoran di perairan.

B. Pengertian Produktivitas

Produktivitas merupakan suatu produk barang dan jasa dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada dalam memproduksi (misal sumber daya manusia, mesin, dan lain-lainnya). Peningkatan produktivitas merupakan salah satu langkah atau upaya yang diambil dari pihak perusahaan untuk meningkatkan hasil produk dari sumber-sumber dalam produksi baik berupa barang maupun jasa. Dalam mempertahankan pelayanan yang baik perusahaan harus mempunyai produktivitas yang tinggi. Oleh karena hal itu, maka perusahaan selalu mengukur produktivitasnya dengan menetapkan standar produktivitasnya. Standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005 : 1089) adalah sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai (harga). Berikut beberapa pengertian produktivitas menurut para ahli antara lain:

Menurut T. Hani Handoko (1996 : 210) dalam bukunya Manajemen Personalia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan produktivitas adalah sebagai berikut:

"Produktivitas dapat didefinisikan sebagai hubungan antara masukan dan keluaran suatu sistem produktif"

"Produktivitas adalah jumlah perbandingan keluaran (output) yang dihasilkan dengan masukan (input) yang merupakan ukuran efisiensi" Kunarjo (1996 : 192)

"Produktivitas merupakan suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan menyediakan lebih banyak barang manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit" Ravianto (1996 : 189)

Pendapat lain mengenai produktivitas menurut Basu Swastha (2000 : 281) adalah:

Produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil (jumlah barang dan jasa yang diproduksi) dengan sumber (jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan sebagainya) yang dipakai untuk menghasilkan hasil tersebut.

Lain halnya dengan pendapat dari ahli yang lain yaitu Rusli Syarif (1991 : 57) mengatakan produktivitas adalah:

Suatu hubungan antara kualitas yang dihasilkan dengan jumlah kerja yang dilakukan untuk mencapai hasil itu, secara umum adalah ratio antara kepuasan atas kebutuhan dan pengorbanan yang dilakukan untuk hasil yang dicapai.

Terlihat bahwa produktivitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara input (jumlah tenaga kerja, modal, dan sebagainya) dengan output (jumlah barang dan jasa) yang dihasilkan dari sebuah proses produksi. Dalam hal ini produktivitas yang akan dimunculkan adalah dari hasil produksi sebuah jasa, yaitu jasa pemanduan kapal. Namun, didalam jasa pemanduan kapal banyak konsep produktivitas yang menjadi sebuah ukuran. Dengan melihat pelayanan pemanduan yang ditangani perusahaan ini yaitu memandu masuk dan keluarnya kapal di pelabuhan maka ukuran produktivitas output jasa yang dihasilkan diukur menggunakan konsep produktivitas yang didasarkan pada standar operasi perusahaan yaitu satandar produktivitas pemanduan PT. PELINDO III cabang Tanjung Emas.

C. Pelayanan Pemanduan Kapal

Pemanduan merupakan kegiatan pelayaran untuk keselamatan pelayaran, khusunya untuk memasuki kawasan pelabuhan umum maupun khusus, baik yang pernah masuk maupun yang belum masuk, untuk keselamatan kapal dalam memasuki pelabuhan dengan aman.

Menurut Drs. H. Tjetjep Karsafman, Ks (2004 : 66), ada beberapa faktor pendukung dalam pelayanan pemanduan yaitu :

1. Alat apung

a. Kapal Pandu (Pilot Boat)

Kapal Pandu digunakan untuk mengantar atau menjemput pandu dari atau ke kapal yang berada di perairan, pada saat akan memandu kapal masuk atau seusai melayani kapal kapal yang keluar dari pelabuhan. Kapal Pandu yang beroperasi di pelabuhan-pelabuhan terdiri dari berbagai tipe, antara lain yaitu: AP, MP I, MP I-S, dan MP I-F. Dengan ukuran panjang Kapal Pandu ±15 meter, dan lebar ±3 meter, dengan daya 150-170 HP.

b. Kapal Tunda (Tug Boat)

Kapal Tunda digunakan untuk membantu olah gerak kapal-kapal yang dilayani. Fungsi kapal tunda adalah untuk mendorong (to push), menarik (to tow), dan menggandeng (to tug). Kapal-kapal tunda yang digunakan di pelabuhan saat ini berukuran panjang ±30 meter dan lebar ±6 meter, dengan daya 600-2400 HP.

c. Kapal Kepil (Moaring Boat)

Kapal Kepil digunakan oleh regu kepil untuk menerima ujung tros atau sling kapal dan mengikatnya di bouy tambat. Atau untuk melepas tros dari bouy tambat pada saat kapal akan berangkat. Tipe-tipe kapal kepil adalah MPS dan MK. Ukuran panjang kapal kepil ±12 meter, dan lebar ±2,5 meter, dengan daya 80-150 HP.

2. Sumber daya manusia

Setiap pandu dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki keterampilan dan keahlian sesuai dengan tanggung jawabnya, keterampilan dan keahlian tersebut dapat diperoleh dalam mengikuti pelatihan pandu yang dilaksanakan oleh penyelenggara yang ditunjuk Direktur Jenderal Perhubungan Laut, berdasarkan KM 24 Tahun 2002 Pasal 18, untuk dapat mengikuti pelatihan pandu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Pelaut Nautis berijasah ANT III.

b. Berpengalaman sebagai perwira atau Nakhoda (diutamakan) dikapal dengan masa layar minimal 3 (tiga) tahun.

c. Sehat jasmani dan Rohani yang dibuktikan dengan keterangan kesehatan dari Rumah Sakit Resmi yang ditunjuk oleh Badan Kesehatan Kerja Pelayaran (BKP2).

3. Sistem dan prosedur pelayanan pemanduan

Sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan cabang Semarang menjelaskan mengenai prosedur perencanaan pelaksanaan pemanduan yaitu :

a. Mencetak PPKB (Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang) dari komputer on-line setelah menerima informasi dari via telpon dari pegugas PPSA (Pusat Pelayanan Satu Atap) dan perusahaan pelayaran.

b. Hasil cetakan PPKB (Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang) untuk pelaksanaan hari berjalan, langsung ditulis dalam DHRGK (Daftar Harian Gerakan Kapal) atau white board.

c. Menuliskan pandu Bandar yang akan melaksanakan pemanduan berdasarkan urutan jaga yang ditulis DHRGK (Daftar Harian Gerakan Kapal).

d. Berkas PPKB (Permintaan Pelayanan Kapal dan Barang) tersebut disimpan dalam satu map tersendiri.

e. Hasil cetakan PPKB (Permintaan Pelayanan kapal dan Barang) selanjutnya disatukan dalam satu map untuk meyusun DHRGK (Daftar Harian Gerakan Kapal) tanggal berikutnya.

f. Mengirim DHRGK (Daftar Harian Gerakan Kapal) ke koordinator pandu bandar untuk penelitian dan tanda tangan.

g. Pelaksanaan pemanduan menerima informasi dari agen kapal, menara pengawas via telpon dan radio VHF bahwa kapal siap menerima pandu.

h. Petugas pelayanan pandu membuat SPK ( Surat Perintah Kerja) pandu Bandar yang ditanda tangani koordinator dan asisten manajer pemanduan.

i. Pelaksanaan pelayanan pemanduan menyerahkan SPK (Surat Perintah Kerja) pandu bandar yang ditunjuk (sesuai dengan nama dalam SPK).

j. Pandu Bandar menerima SPK (Surat Perintah Kerja) dan diteruskan ke supervisor Operasi Sarana Bantu (OSP) untuk meninta kapal tunda (sarana Bantu).

k. Supervisor operasi sarana bantu pemanduan kapal tunda yang akan membantu kapal yang sesuai dengan nama dalam SPK (Surat Perintah Kerja).

l. Pelaksanaan pemanduan SPK (Surat Perintah Kerja) pandu Bandar diisi jam terakhir penundaan dan diserahkan kembali ke petugas pelaksanaan pelayanan pandu.

Bila faktor-faktor diatas tidak terpenuhi oleh pengelola pelabuhan dapat mempengaruhi pelayanan pemanduan kapal sehingga mengakibatkan keterlambatan proses pemanduan kapal yang berdampak atas tidak tercapainya produktifitas pelayanan pemanduan. Tidak tercapainya produktifitas perlu dicari penyebabnya, menurut Vincent Gaspersz dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan diagram sebab akibat (Fishbone diagram).

D. Pandu

  1. Pengertian Pandu

Menurut Undang-undang Pelayaran No. 17 Tahun 2008 (Bab I Pasal 1) : Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan pemanduan kapal.

Menurut Capt. R.P. Suyono (2001 : 35), Pandu Laut adalah pemanduan di perairan antara batas luas perairan hingga batas pandu Bandar. Pandu Bandar adalah Pandu yang bertugas memandu kapal dari batas perairan Bandar hingga kapal masuk kolam pelabuhan dan sandar didermaga.

Menurut D.A. Lasse (2007 : 226), pandu adalah seseorang yang bukan nakhoda atau awak kapal menjalankan tugas menuntun kapal melintasi alur, sungai, atau ke dan atau dari perairan pelabuhan berdasarkan pengetahuannya tentang lokasi setempat.

Dari beberapa pengertian diatas maka, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pandu adalah petugas pelaksana pemanduan untuk menuntun kapal masuk atau keluar pelabuhan, yang berasal dari pelaut nautis yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Petugas pandu juga harus mengikuti familirisasi berupa pengenalan atau pemahaman lokasi, petugas pandu dalam melaksanakan tugas pemanduan mempunyai kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam KM 24 Tahun 2002 Pasal 24 adalah sebagai berikut :

1. Membantu Nakhoda atau memimpin kapal untuk mengambil tindakan yang tepat dalam menjamin keselamatan pelayaran.

2. Memberi semua petunjuk yang diberikan kepada Nakhoda untuk berlayar

dengan keselamatan dan untuk ketertiban lalu lintas kapal.

3. Memenuhi permintaan Nakhoda untuk mengambil olah gerak kapal.

4. Mengetahui kedalaman alur pelayaran di dalam batas perairan pandu.

5. Melaporkan kepada pengawas pemanduan tentang perubahan kedalaman alur pelayaran perairan pandu, penghalang alur, perubahan posisi, cahaya atau periode rambu/pelampung suar.

6. Ikut mengamati kemungkinan terdapat pembuangan sampah dan pembuangan minyak dari kapal yang dapat menyebabkan pengotoran dan pencemaran alur pelayaran.

7. Melaporkan kemungkinan adanya jangkar, rantai dan tali kapal di alur pelayaran yang dapat membahayakan kapal lain.

8. Berpakaian seragam Dinas kepanduan dan dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan serta alat komunikasi.

9. Membantu Nakhoda agar menaati dan memahami peraturan setempat yang berlaku serta perubahaannya.

10. Melaporkan kepada pengawas pemanduan bila Nakhoda menyimpang dari petunjuk yang diberikan atau menyulitkan petugas pandu dalam bertugas.

11. Melakukan pengamatan sarat muka belakang kapal, kondisi stabilitas kapal setiap sebelum memandu.

Petugas pandu yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas pemanduan akan dikenakan sanksi berupa tindakan administratif, tercantum dalam KM 24 Tahun 2002 Pasal 28 yaitu :

1. Teguran secara tertulis, bila petugas pandu

a. Tidak melakukan tugas pemanduan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan pengaduan dari Nakhoda kapal yang dipandu

b. Selama pemanduan mengakibatkan kerugian ringan terhadap kapal yang dipandu atau kapal lain maupun terhadap fasilitas pelabuhan lainnya.

2. Tidak boleh memandu dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan tingkat kesalahan, bila petugas pandu selama melakukan pemanduan mengakibatkan terjadinya kerusakan sedangkan terhadap kapal yang dipandu atau kapal lainnya maupun fasilitas pelabuhan.

3. Pencabutan sertifikat pandu, bila petugas pandu melakukan kerugian besar terhadap :

a. Pemilik kapal.

b. Pemilik barang atau muatan.

c. Penyelenggara atau pengelolah pelabuhan.

d. Lingkungan dan korban jiwa

  1. Fungsi Pandu

Jika dilakukan penelusuran secara normatif ada tiga fungsi utama pandu.

a. Sebagai penasehat nakhoda.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat nakhoda, pandu diwajibkan memberikan semua petunjunk yang diperlukan untuk berlayar dengan selamat dan untuk ketertiban lalu-lintas yang teratur. Hal ini mengharuskan pandu untuk membantu nakhoda dengan segenap kemapuannya karena ia telah teruji lebih banyak mengetahui seluk-beluk lingkungan alur pelayaran setempat sehingga nakhoda mampu bernavigasi secara aman dan selamat dari kemungkinan terjadinya kecelakaan.

Meskipun kehadiran pandu di atas kapal tidak mengurangi tanggung jawab nakhoda, akan tetapi nasehat dan petunjuk pandu harus dipertanggung jawabkan, dalam arti pandu tidak boleh semuanya memberi nasehat atau petunjuk.

b. Sebagai pemberi jasa.

Pelayanan pandu mendampingi nakhoda dalam melakukan olah – gerak kapal melayani perairan wajib pandu dalm rangka menyandarkan kapalnya sehingga aktivitas bongkar-muat barang dapat berlangsung aman, pada prinsipnya didasarkan atas permintaan. Akan tetapi untuk mengoperasionalkan ketentuan wajib pandu ditempuh langkah prosedur yang diterapkan perusahaan penyedia jasa pandu yakni perusahaan pelabuhan.

c. Sebagai penegak hukum.

Kedudukan dan fungsi pandu sabagai penegak hukum sesungguhnya bersumber dari peran historis pandu sebagai unsur pendukung kewenangan syahbandar dalam menegakkan hukun dibidang pelayaran dan perkapalan. Untuk menjalankan tugas kesyahbandaran, pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 109/HK.208/Phb-82 (sekarang diatur dengan KM No. 62 Tahun 2002) memberi kewenangan kepada syahbandar melaksakan penilikan tertib bandar, tertib berlayar, dan mengelurakan surat izin berlayar, serta menegakkan hukum perkapalan dan pelayaran. Berkenaan dengan tugas pemanduan kapal, ketentuan itu juga mengatur bahwa di pelabuhan-pelabuhan wajib pandu, syahbandar bertindak sebagai pengawas operasional kepanduan, dan pandu berkewajiban membantu syahbandar dalam hal yang menyangkut tertib hukum perkapalan dan pelayaran.

E. Diagram Sebab Akibat

Menurut Vincent Gaspersz (1998 : 79) Diagram Sebab Akibat adalah suatu diagram yang mewujudkan hubungan antara sebab-sebab dan akibat. Diagram sebab akibat ini juga sering disebut sebagai diagram tulang ikan (Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram ishikawa (Ishikawa’s Diagram) pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953.

Berkaitan dengan manajemen produktivitas total, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor penyebab (sebab) (akibat) kurangnya pelayanan pemanduan kapal yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut :

1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah pelayanan.

2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah pelayanan.

3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut berkaitan dengan masalah pelayanan itu.

Diagram sebab-akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Diagram ini dapat digunakan dalam situasi dimana :

1. Terdapat pertemuan diskusi menggunakan brainstorming untuk mengidentifikasikan mengapa suatu masalah terjadi.

2. Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah.

3. Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.

Penggunaan diagram sebab-akibat dapat mengikuti langkah-langkah berikut :

1. Dapatkan kesepakatan tentang pelayanan yang terjadi dan ungkapan masalah pelayanan itu sebagai suatu pertanyaan masalah (problem question).

2. Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota tim kerjasama yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah produktivitas yang sedang dihadapi. Vincent Gaspersz (1998:72) Brainstroming membantu membangkitkan ide-ide alternatif dan persepsi dalam suatu tim kerja (teamwork) yang bersifat terbuka dan bebas (tidak malu-malu). Brainstroming dapat digunakan berkaitan dengan hal-hal berikut :

a. Menentukan penyebab yang mingkin dari penurunan pelayanan pemanduan kapal dan solusi terhadap masalah pelayanan tersebut.

b. Memutuskan masalah pelayanan apa (atau kesempatan perbaikan tentang pelayanan)yang perlu diselesaikan.

c. Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide-ide mereka.

d. Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif.

e. Kreatifitas merupakan karakteristik yang diinginkan.

f. Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim.

3. Gambarkan diagram sebab-akibat dengan :

a. Karakteristik (akibat) melalui pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan (membentuk kepala ikan).

b. Kategori Utama seperti, material, metode, manusia, mesin, pengukuran, lingkungan, dan lain-lain, ditempatkan pada cabang utama ini dapat diubah sesuai kebutuhan, misalnya dapat diringkas melalui :

1) Metode;Mesin; Material;Manusia = 4M

2) Place;Procedure;People;Policy = 4P

3) Surrounding;Suplier;System;Skills = 4S

4) Metode;Mesin;Material;Manusia;Lingkungan = 4M+1L

5) Dan lain-lain

Pada kategori utama ini ditetapkan setiap faktor (penyebab) dengan menempatkan sesuai pada masing-masing kategori utama.

Tipe yang menunjukan factor (penyebab) suatu masalah:

a. Operator ( karyawan,pengalaman,keterampilan )

b. Procedure ( proses pelayanan )

c. Skills ( karyawan terampil dalam bahasa asing )

d. Metode kerja (kondisi kerja,order kerja)

e. Dan lain-lain.

Bentuk umum Diagram Sebab-Akibat ditunjukkan dalam Gambar II.1

Gambar II.1

Bentuk Umum Diagram Sebab-Akibat


Sumber data : Vincent Gaspersz, Manajemen Produktivitas Total (1998)

4. Untuk menemukan akar penyebab setiap faktor (penyebab) dapat digunakan teknik Bertanya Mengapa Beberapa Kali (Five Why Keyes), kemudian daftarlah akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan kategori utama (membentu tulang-tulang kecil dari ikan).

5. Interprestasikan diagram sebab-akibat itu dengan cara melihat penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab itu, dan fokuskan perhatian pada penyebab yang dipilih melalui konsensus itu.

6. Terapkan hasil analisis menggunakan diagram sebab-akibat itu dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor hasil-hasil pelayanan untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar penyebab dari masalah pelayanan yang dihadapi.

7. Penjelasan Five Why Keyes

a. Tujuan digunakannya Bertanya Mengapa Beberapa Kasli (konsep five why keyes), untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan dengan produktivitas perusahaan.

b. Prof. Kaoru Ishikawa pakar kualitas dari Jepang menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gereja (symptoms), bukan penyebab (causes). Oleh karena itu perlu dipahami apa yang disebut gejala, penyebab, dan akar penyebab (root causes), lihat tabel II.1.

Tabel II. 1

Perbedaan Antara Gejala, Daun Akar Penyebab

Tingkat

Observasi

Tindakan

Hasil (Outcome)

Gejala

Mobil tidak hidup (mogok)

Memanggil kendaraan derek

Menggeluarkan biaya sebesar Rp. 200.000

Penyebab

Aki tidak berfungsi

Mengganti aki mobil

Tiba terlambat ditujuan

Akar penyebab

Perawatan preventif tidak dilakukan secara cepat

Implementasi perawatan motor sesuai saran pabrik

Mobil tidak pernah mogok (masalah hilang)

c. Bertanya mengapa /Why beberapa kali akan mengarahkan kita pada akar penyebab masalah,sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah. Contoh penggunaan alat bertanya Beberpa Kali (Five Why Keyes), lihat tabel II.2.

Tabel II.2

Bertanya mengapa beberapa kali untuk menemukan akar penyebab masalah

(Observasi : Pelayanan)

No

Bertanya Mengapa/Why

Jawaban

1

Mengapa penjualan menurun sebesar 12% dalam kuartal pertama?

Sebab kita menjual lebih sedikit produk, sementara harga tetap

2

Mengapa kita menjual lebih sedikit produk?

Sebab biaya iklan berkurang sebesar 25%

3

Mengapa biaya untuk iklan berkurang sebesar 25%?

Sebab proposal anggaran yang diminta tidak diterima tepat waktu

4

Mengapa proposal anggaran yang diminta tidak diterima tepat waktu?

Sebab manajemen periklanan tidak ada

5

Mengapa manejemin periklanan tidak ada?

Sebab posisi tersebut tidak ditempati sejak departemen periklanan dibuka sejak dua bulan lalu

d. Kesimpulan :

Diketahui akar penyebab masalah adalah penurunan penjualan dikaitkan dengan produktivitas pemasaran adalah posisi manajer periklanan belum ditempati.

e. Solusi pemecahan :

Menempatkan atau mengangkat manajer periklanan pada posisi yang tidak terisi tersebut.

Menurut M.Syamsul marif dan Hendry tanjung (2003:145) diagram sebab akibat digunakan untuk menemukan sumber-sumber persoalan dan solusinya nama lainya adalah diagram tilng ikan Fishbone diagram. Orang juga banyak yang menyebutkannya Ishikawa diagram untuk mengenang Ishikawa sebagai orang yang memperkenalkan pertama kali.

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah (1) mengidentifikasi masalah yang harus ditentukan, (2) menggambar penyebab utama persoalan sebagai tulang-tulang atau bone dan (3) menanyakan apa kira-kira yang menyebabkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar